Minggu, 09 Januari 2011

MERAPI (WAJAH-WAJAH BERAUT GENTAR BERBEDAK ABU)








Apakah murkamu belum juga surut wahai alam?
Kenapa masih saja kami terkulai dalam kelam muram?
Muntahanmu terus-menerus membawa abu ke rumah-rumah harapan
Merubah cita-cita jadi rata dengan tanah-tanah kesedihan

Belum cukupkah Air Bah-mu menelan korban di Aceh hingga beratus ribu
Dan tahun-tahun berjalan bersama tumpahan bencana amarahmu?
Negeriku kini berduka dan menangis
Airmatanya terasa menggenang di setiap hati

Kemarin kulihat di tivi
Awan-awanmu mengirim kabut dan debu lagi
Keraskan kembali teriak rintih mereka
Getarkan kembali tubuh ketakutan mereka

Wajah-wajah beraut gentar berbedak abu
Tetes air dari mata mereka mengukir garis-garis seduh
Sayu aku kala menyaksikan sebongkah tubuh wanita
Kaku tak bernyawa
Menjemput ajal dalam serpihan murkamu

Mungkin angin adalah jawaban tanpa perkataan
Desaunya bisikkan suara yang telah tua oleh peradaban
“bumi sudah lanjut usia”
Seperti malam yang ‘kan tiba sehabis tenggelamnya surya
Ataupun hujan yang ‘kan turun setelah awan gelap meraja
Tapi tetap saja akan ada cahaya dan indah bianglala di kemudian

(15 nov 10)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar